
KONDISI MASYARAKAT ARAB PRA-ISLAM
Bangsa Arab adalah penduduk asli Jazirah Arab.
Letaknya dibagian barat daya Asia dan sebagian besar wilayahnya terdiri dari
hamparan padang pasir. Oleh sebab itu iklimnya termasuk salah satu yang paling
panas dan paling kering di muka bumi. Bangsa Arab adalah bangsa yang plural
dengan berbagai suku, keyakinan (agama), dan kelompok-kelompok sosial yang
dimiliki.
Jazirah Arab terbagi menjadi lima bagian yaitu
Hijaz, Yaman, Najed, Tihamah dan Yamamah. Kota Mekkah dan Madinah termasuk kedalam
bagian Hijaz. Kekuasaan atas tanah Arab juga dikuasai oleh suku Quraisy yang
terdiri dari 10 golongan, yaitu Bani Adi, Bani Hushaish, Bani Yaqtah, Bani
Taim, Bani Qushai, Bani Thalhah, Bani Abdul Muthalib, Bani Naufal, Bani Harb
bin A Syamsin, dan Bani Harb bin Sufwan. Masing-masing dari bani-bani tersebut
menduduki kelompok sosial bangsawan dan rakyat biasa. Bani-bani tersebut
merupakan organisasi keluarga besar yang hubungan antar anggotanya diikat oleh
pertalian darah (nasab). Namun terkadang ada kalanya hubungan seseorang dengan
baninya didasarkan pada ikatan perkawinan, suaka politik, atau sumpah setia.
Diluar daripada itu, selain dihuni oleh suku Quraisy tanah Arab pun juga dihuni
oleh orang-orang Yahudi, Nasrani, Majusi dan yang tidak beragama.
Kondisi geografis sudah barang tentu sangat
mempengaruhi pembentukan sifat, perangai, watak, dan tabiat bangsa Arab.
Keadaan gurun pasir yang gersang dan keras membuat mereka bersikap kasar,
agresif, berwatak keras kepala, bertingkah laku yang keji, serta suka berperang
dan merampas.
Bangsa
Arab dulunya mengikuti ajaran tauhid yang dibawa oleh Nabi Ibrahim as. Namun
lama-kelamaan berganti dengan agama buatan sendiri akibat prasangka-prasangka,
angan-angan dan khayalan. Pluralisme yang ada ditengah-tengah bangsa Arab
pra-Islam merupakan persoalan yang paling krusial yang menyebabkan hilangnya
ajaran tauhid Nabi Ibrahim as di kehidupan mereka. Krisis akhlak melanda
masyarakatnya. Akibatnya mereka kehilangan moral sehingga berada dalam zaman
yang disebut sebagai zaman jahiliyah atau zaman kebodohan. Perbuatan-perbuatan
maksiat dan mungkar merupakan hal yang sangat lazim mereka lakukan pada saat
itu, seperti menyembah berhala, mengonsumsi khamr, suka berjudi, mencuri,
merampok, berkelahi dan berperang, membunuh bayi perempuan yang baru lahir,
memandang rendah martabat perempuan, memberlakukan hukum rimba, mempercayai
ramalan, jimat, dan lain-lain.
Pada mulanya berhala masuk ke kota Makkah
dibawa oleh seorang raja Makkah pada saat itu yaitu Amru bin Luhay. Ia membawa
Hubal dan menempatkannya didalam Kakbah. Kemudian menyeru orang-orang untuk
menyekutukan Allah swt. Masyarakat pun mengikutinya karena menganggap hal
tersebut sebagai suatu kebaikan. Salah satu berhala mereka yang tertua adalah
Manat yang ditempatkan di tepi pantai daerah Qudaid. Semua orang Arab menghormatinya,
namun suku Auz dan Khazraj lah yang paling menghormatinya melebihi yang
lainnya. Mereka juga menempatkan Latta di Thaif dan Uzza di lembah Nakhlah.
Ketiga berhala inilah berhala mereka yang terbesar. Kemudian kemusyrikan
semakin menjadi-jadi dan berhala pun semakin banyak disetiap bagian di bumi
Hijaz.
Akan tetapi, betapapun negatifnya sifat-sifat
yang dimiliki masyarakat Arab pra Islam itu, sebagai manusia mereka tentunya
memiliki juga sifat-sifat yang positif, yaitu membela marwah, harga diri,
martabat, kehormatan, kemerdekaan dan kebebasan mereka apabila diganggu atau
dirampas orang lain, menghormati dan menghargai tamu, memotong tangan pencuri,
mengafani mayat sebeum dimakamkan, berpuasa pada hari-hari tertentu (misalnya
hari Asyura)[1],
berani berkorban untuk membela sesuatu yang mereka yakini benar serta
menjunjung tinggi prinsip-prinsip persamaan dan demokrasi.
2. SUBSTANSI DAN STRATEGI DAKWAH RASULULLAH SAW
Sejak kecil hingga dewasa Muhammad saw tidak
pernah menyembah berhala dan tidak pernah pula makan daging hewan yang disembelih
untuk berhala-berhala. Ia sangat benci dan menjauhkan diri dari praktik-praktik
kemusyrikan. Setelah menerima wahyu yang memerintahkan untuk berdakwah kepada
kaumnya, mulailah Nabi Muhammad saw menyeru mereka untuk mengesakan Allah swt
dan mengajak mereka untuk meninggalkan semua perilaku musyrik.
Secara garis besar substansi ajaran Islam yang
didakwahkan oleh Rasulullah saw diawal kenabiannya adalah sebagai berikut:
a. Keesaan Allah swt.
Islam mengajarkan bahwa Allah swt adalah
pencipta dan pemelihara alam semesta serta tempat bergantung bagi semua
hambanya. Oleh karena itu umat manusia harus beribadah dan hanya menghambakan
diri kepada Allah swt. Perbuatan menyekutukan Allah dengan yang lain hukumnya
haram dan pelakunya mendapatkan dosa yang paling besar.
b. Hari kiamat sebagai hari pembalasan.
Kematian akan dialami oleh setiap manusia yang
bernyawa. Tetapi hal tersebut bukan merupakan akhir dari segalanya. Justru
merupakan awal bagi kehidupan yang panjang yakni kehidupan di alam kubur dan di
alam akhirat. Adanya hari akhir merupakan peringatan bahwa kehidupan di dunia
ini pun memiliki penghabisan.
c. Kesucian jiwa.
Islam menyeru umat manusia untuk senantiasa
berusaha menyucikan jiwa dan tidak boleh mengotorinya. Karena tujuan Rasulullah
saw diutus oleh Allah swt tiada lain dan tiada bukan ialah untuk menyempurnakan
akhlak manusia.
d. Persaudaraan dan persatuan
Persaudaraan memiliki hubungan erat dengan
persatuan. Sebab Islam mengajarkan bahwa sesama orang beriman adalah bersaudara.
Mereka dituntut untuk saling mengasihi dan menyayangi dibawa naungan ridha
ilahi.
Dalam
memulai tugasnya menyiarkan agama Islam di Makkah, pada mulanya Rasulullah saw
berdakwah secara sembunyi-sembunyi terhadap keluarganya yang tinggal dalam satu
rumah serta mengajak sahabat-sahabatnya yang terdekat. Rasulullah mengajak
seorang demi seorang agar meninggalkan agama berhala dan hanya menyembah Allah
swt. Beliau aktif memberikan pelajaran, bimbingan, dan pencerahan kepada para
pengikutnya di tempat tersembunyi yaitu di rumah Arqam bin Abil Arqam.
Abu bakar merupakan orang yang sangat berjasa
membantu jalannya seruan dan dakwah Rasululllah saw. Melalui perantaraanya
banyak orang memeluk Islam, antara lain Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam,
Sa’ad bin Abi Waqqash, Abdurrahman bin Auf, Thalhah bin Ubaidillah, Abu Ubaidah
bin Jarrah, Arqam bin Abil Arqam, Fatimah binti Khattab beserta suaminya Said
bin Zaid al-Adawi. Selain itu ada pula Khadijah binti Khuwailid (istri
Rasulullah saw), Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah, dan beberapa orang
penduduk Makkah lainnya. Mereka kemudian bergelar Assabiqunal Awwalun
yaitu orang-orang yang pertama memeluk agama Islam.
Setelah tiga tahun lamanya berdakwah dengan
strategi sembunyi-sembunyi (da’watul afrad), Rasulullah saw mengubah strategi
dakwahnya secara terbuka dan terang-terangan. Hal ini disebabkan oleh adanya
perintah Allah yang turun dalam QS. Al-Hijr ayat 94. Dengan mengundang
kerabatnya dari kabilah Bani Hasyim untuk menghadiri jamuan makan, Rasulullah
saw mengajak mereka agar masuk Islam. Selain itu, beliau juga mengumpulkan
penduduk Mekkah terutama yang bertempat tinggal disekitar Kakbah untuk
berkumpul di bukit Shafa. Disana Rasulullah saw menyeru mereka untuk
meninggalkan agama nenek moyangnya dan hanya mengesakan Allah swt saja.
3. RESPON MASYARAKAT ARAB MAKKAH
Rasulullah saw menerima wahyu pertama ketika
sedang bertahanuts di Gua Hira yaitu QS. Al-Isra ayat 1-5. Kurang lebih dua
setengah tahun kemudian, Rasulullah saw menerima wahyu yang kedua yaitu QS.
Al-Muddatstsir ayat 1-7. Dengan turunnya wahyu yang kedua tersebut, jelaslah misi
yang harus beliau laksanakan yaitu mengajarkan tauhid dan agama Islam.
Dalam melaksanakan misi dakwahnya yang secara
sembunyi-sembunyi, Rasulullah saw mendatangi orang demi orang dan melakukan
kunjungan dari rumah ke rumah. Cara ini ternyata dapat pula menarik orang-orang
miskin dan hamba sahaya kedalam pangkuan Islam sehingga dapat menambah jumlah
pengikutnya. Tiga tahun lamanya Rasulullah saw melakukan dakwah
sembunyi-sembunyi merupakan waktu yang panjang. Hal ini dilakukan karena takut
diketahui dan diancam oleh kaum kafir Quraisy. Pada tahap awal ini Rasulullah
saw ekstra hati-hati agar orang-orang kafir Quraisy tidak mendeteksi gerakan
dakwah yang dilakukannya.
Dakwah secara terang-terangan baru dilakukan
Rasulullah saw setelah turunnya perintah Allah swt melalui QS. Al-Hijr ayat 94.
Namun imbauan secara terbuka Rasullah saw terhadap masyarakat Makkah untuk
memeluk Islam sama sekali tidak digubris oleh mereka. Dengan perasaan acuh tak
acuh dan apatis bercampur sinis, mereka secara bulat menolak dan meninggalkan
Nabi Muhammad saw.
Pada suatu hari Rasulullah saw naik ke bukit
Shafa kemudian menyeru umatnya untuk meninggalkan kemusyrikan dan menyembah
Allah swt. Namun mereka menampik dengan keras ajakan dan imbauan dakwah
tersebut. Bahkan salah seorang paman Rasulullah saw yang bernama Abu Lahab
dengan gaya congkak, raut muka angkuh dan wajah arogan mengatakan “Celakalah
engkau, Muhammad! Hanya untuk inikah engkau mengumpulkan kami ?”.[2]
Sedangkan istri Abu Lahab yang bernama Ummu Jamil turut menyebarkan
fitnah-fitnah ke masyarakat bahwa Muhammad itu jahat, pendusta besar, pembuat
onar, dan tidak boleh dipercaya.[3]
Abu Thalib adalah salah seorang paman Nabi
Muhammad saw yang meskipun belum menganut Islam, tetapi menjadi pelindung gigih
dan pembela Nabi Muhammad saw. Kaum kafir Quraisy selalu menghasut Abu Thalib
agar mau meminta Nabi Muhammad saw untuk menghentikan dakwah, namun selalu
ditolaknya. Karena ia tidak sampai hati membuat kemenakannya kecewa atau
ditimpa mara bahaya yang dirancang oleh para pemuka Quraisy.
Sebenarnya ada beberapa faktor penting yang
melatarbelakangi mengapa kaum kafir Quraisy sangat menentang keras agama Islam
yang didakwahkan Rasululllah saw, yaitu :
a. Mereka berpendapat bahwa beriman dan tunduk kepada seruan Rasulullah saw
berarti menyerahkan komando kekuasaan kepada keluarga Muhammad (Bani Abdul
Muthalib dan Bani Hasyim).
b. Orang-orang Quraisy memandang diri meerka sebagai kabilah yang paling
mulia, super dan tinggi di Jazirah Arab. Sedangkan Islam memandang manusia
memiliki hak dan derajat yang sama, kecuali tingkat ketakwaannya kepada Allah swt.
c. Segala adat istiadat, kepercayan dan agama nenek moyang yang mereka warisi
dari leluhur mereka diterima begitu saja tanpa kritik dan dipegangi secara
membabi buta. Agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah saw dianggap sebagai
kepercayaan dan agama baru yang harus ditolak karena berusaha menggantikan
agama nenek moyangnya.
d. Ajaran Islam tentang kebangkitan dan siksa neraka dinilai sangat kejam oleh
para kaum kafir Quraisy.
e. Bagi sebagian orang Arab, memperjualbelikan patung untuk disembah merupakan
salah satu sumber mata penghasilan dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Kedatangan Islam yang mengajarkan larangan membuat, menjual, dan menyembah
patung-patung tersebut dipahami sebagai tindakan politik ekonomi yang secara
serius dan sistemik akan menghancurkan serta mematikan sumber pendapatan
mereka.
Teror, permusuhan, kebencian dan rongrongan
kafir Quraisy terhadap Rasulullah saw dan pengikutnya semakin ganas. Sehingga
menyentuh perasaan pamannya yaitu Hamzah bin Abdul Muthalib. Dengan berani
Hamzah menyatakan keislamannya dan kemudian menjadi benteng perlindungan kaum
muslimin bersama dengan Umar bin Khattab yang menyatakan keislamannya setelah
mendengar lantunan ayat suci Al-Qur’an yang dibacakan adiknya.
Melihat hal tersebut kaum kafir Quraisy terus
mencari taktik untuk melumpahkan kekuatan Islam. Akhirnya setelah mengadakan
rapat penting mereka mengambil keputusan untuk melakukan pemboikotan total
terhadap Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib yang selama ini menjadi tulang
punggung dan inti kekuatan yang mendukung dan membela dakwah Rasulullah saw.
Bentuk pemboikotan total yang dilakukan kaum
kafir Quraisy ialah :
a. Tidak melakukan perkawinan dengan keluarga Bani Hasyim dan Bani Abdul
Muthalib.
b. Tidak berjual beli dengan Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib.
c. Tidak berbicara dan tidak menjenguk keluarga Bani Hasyim dan Bani Abdul
Muthalib yang sakit.
d. Tidak mengantarkan ke kuburan keluarga Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib
yang meninggal dunia.
Hingga akhir tahun kesepuluh kenabian, dakwah
Rasulullah saw di Makkah tidak juga memperlihatkan kemajuan yang signifikan.
Beliau menilai kota Makkah sudah tidak cocok lagi untuk dijadikan basis dakwah
menyebarkan Islam. Sementara disisi lain kekejaman yang dilakukan oleh kaum kafir
Quraisy terhadap Rasulullah saw dan pengikutnya semakin bertambah hebat.
Akhirnya Rasulullah saw pun memutuskan untuk melakukan hijrah total ke Madinah
AL-Munawwaroh. Sebuah kota dimana masyarakatnya sangat terbuka dengan Islam
karena memang mereka pun sudah mengetahui akan datangnya nabi akhir zaman yaitu
Rasulullah Muhammad saw.
A. KESIMPULAN
Masyarakat Arab pra-Islam dikenal sebagai
masyarakat jahiliyyah karena kerusakan moral yang mereka miliki.
Praktik-praktik kemusyrikan dan berbagai macam perbuatan maksiat sudah seperti
hal yang lazim dan menjadi bagian yang tidak bisa terpisahkan dari mereka pada
saat itu. Akan tetapi tidak berarti mereka merupakan masyarakat yang bodoh
dalam hal ilmu pengetahuan. Mereka sudah mengalami kemajuan yang pesat sekali
dan hal ilmu pengetahuan. Disamping itu, meskipun banyak sifat dan perilaku
buruk yang mereka miliki namun sebagai manusia mereka pun tetap memiliki
sifat-sifat positif yang dapat kita contoh dalam kehidupan sehari-hari.
Rasulullah saw diutus oleh Allah swt untuk
menyeru kepada masyarakat Jahiliyyah Makkah untuk menyempurnakan akhlak dan
meluruskan akidah mereka. Berbagai macam cara ditempuh Rasulullah saw demi
tegaknya syiar Islam. Mulai dari dakwah yang dilakukan secara
sembunyi-sembunyi, maupun dakwah yang dilakukan secara terang-terangan.
Reaksi yang bermacam-macam pun timbul dari
masyarakat Arab Makkah sebagai tanggapan
atas apa yang dilakukan Rasulullah saw. Sebagian besar dari mereka menolak
dengan keras dakwah Rasulullah saw. Bahkan dengan nekad melakukan hal-hal keji
dan kejam untuk menghentikan dakwah beliau. Namun sebagian lainnya yang terbuka
pintu hati nuraninya dengan tangan terbuka menyambut dakwah beliau.. Mereka
tidak ragu-ragu untuk menyatakan keislamannya. Kemudian bersama-sama dengan
Rasulullah saw, mereka bahu-membahu memikul tugas dakwah yang begitu besar
serta berat. Hingga akhirnya perjuangan menemukan titik terang dimana
Rasulullah saw beserta pengikutnya melakukan hijrah ke Madinah al Munawwaroh.
Sebab kota Makkah dinilai sudah tidak cocok lagi untuk dijadikan sebagai tempat
berdakwah menyebarkan agama Islam. Dan melalui kota Madinah pula lah agama
Islam kemudian berkembang pesat dan tersebar hingga ke berbagai wilayah di
dunia.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, D. (2011). Metodologi
Penelitian Sejarah Islam. Yogyakarta: Ombak.
Ismail, F. (2015). Sejarah
Dan Kebudayaan Islam Periode Klasik (abad VII - XIII M). Yogyakarta:
Gosyen Publishing.
Kuntowijoyo. (2013). Pengantar
Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Saputra, W. (2011). Pengantar
Ilmu Dakwah. Jakarta: Rajawali.
Wahhab, M. b. (2012). Mukhtashar
Sirah Rasul. Surakarta: Al-Qowam.